Pemprov DKI: 86 Persen Sanksi Administratif di TPST Bantargebang sudah Diselesaikan

Oleh: Lydia Fransisca
Selasa, 27 Mei 2025 | 08:45 WIB
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Pemprov DKI Jakarta buka suara soal keputusan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang tengah memproses pidana Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Jakarta di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang atas dugaan pelanggaran terhadap sanksi administratif paksaan pemerintah.

Dengan keputusan tersebut, UPST DLH diancam dengan Pasal 114 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yaitu tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pihaknya telah dan tengah menindaklanjuti sanksi administratif paksaan pemerintah yang dijatuhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Asep mengungkapkan, Pemprov DKI telah menyelesaikan 32 dari 37 kewajiban paksaan pemerintah yang dimaksud. Dengan capaian 86,48 persen ini, hanya tersisa lima poin kewajiban atau 13,52 persen lagi yang masih dalam proses penyelesaian. 

"UPST beritikad baik dalam melaksanakan paksaan pemerintah tersebut, hanya memang membutuhkan waktu dan biaya tambahan untuk menyelesaikan lima poin tersisa sampai akhir tahun ini," kata Asep dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/5/2025).

Asep berujar, TPST Bantargebang telah beroperasi sejak tahun 1989 atau sudah berusia 36 tahun. Dia mengakui bahwa TPST Bantargebang hampir mencapai kapasitas maksimum beberapa tahun yang lalu. 

Oleh sebab itu dalam lima tahun terakhir, DLH menjadikan program Optimalisasi TPST Bantargebang sebagai Kegiatan Strategis Daerah (KSD). 

"Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk menyelesaikan masalah persampahan di Jakarta dengan sangat serius, mulai dari hulu hingga hilir dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan," ujar Asep.

Sementara itu, Kepala UPST Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Agung Pujo Winarko mengungkapkan bahwa ada lima aspek sanksi administratif yang harus dipenuhi. 

Lima aspek itu terdiri dari 37 poin kewajiban yang statusnya 32 poin kewajiban sudah diselesaikan dan lima poin kewajiban masih dalam progres penyelesaian. 

Menurut Agung, pihaknya langsung beritikad baik ketika surat penerapan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah tanpa disertai denda administratif kepada UPST Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat terbit.

Itikas baik ini ditunjukkan dengan menerbitkan Surat Pernyataan Komitmen Pemenuhan Sanksi Administratif dengan Nomor: 1939/LH.10.02 yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LH Kementerian Lingkungan Hidup.

"Upaya perbaikan dan pelaksanaan perintah Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah langsung kami laksanakan di lapangan,” kata Agung.

Dari seluruh sanksi hampir semuanya sudah diselesaikan, tersisa lima poin kewajiban lagi yang masih dalam progres penyelesaian. 

"Agung menjabarkan, lima poin kewajiban tersebut terdiri atas tiga aspek yang masih dalam proses penyelesaian, antara lain Adendum Persetujuan Lingkungan, Penyempurnaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, serta Penyempurnaan Dokumen Pengelolaan Limbah B3," ujar Agung.

"UPST DLH sudah melaporkan melalui Surat Laporan Tindak Lanjut Pemenuhan Sanksi Administratif pada tanggal 11 dan 19 Februari 2025," sambungnya.

Surat tersebut pun telah ditanggapi oleh KLH dengan Surat Tindak Lanjut Laporan Pelaksanaan Sanksi Administratif Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 Maret 2025 yang menyatakan sebagian besar Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah sudah dipenuhi, hanya tersisa sembilan kewajiban yang masih dalam tahap proses penyelesaian. 

Kemudian KLH melakukan pengawasan ketaatan pelaksanaan sanksi administratif UPST DLH pada tanggal 9 Mei 2025 yang hasilnya masih menyisakan lima sanksi dalam proses penyelesaian pelaksanaan. Penyelesaian kelimanya dibutuhkannya jangka waktu tambahan dan biaya yang perlu dianggarkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, lanjut Agung, Kadis LH sudah meminta perpanjangan waktu dengan bersurat kepada Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup cq. Direktur Sanksi Administrasi LH, Direktorat Pengaduan, Pengawasan LH, Deputi Penegakan Hukum LH pada tanggal 14 Mei 2025. 

“Perpanjangan waktu kami butuhkan untuk penyelesaian dokumen dan penyempurnaan infrastruktur terkait pengelolaan mutu air, termasuk proses pengajuan anggaran untuk menyelesaikan hal tersebut,” tandasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: