Kisah Francesco Acerbi: Dari Jurang Keterpurukan Menuju Panggung Liga Champions

Oleh: Tim Redaksi
Sabtu, 31 Mei 2025 | 19:00 WIB
Francesco Acerbi bukan sekadar bek tengah Inter Milan. (Foto/Instagram)
Francesco Acerbi bukan sekadar bek tengah Inter Milan. (Foto/Instagram)

BeritaNasional.com -  Francesco Acerbi bukan sekadar bek tengah biasa. Di usia 37 tahun, ia menjadi sosok tak terduga yang mencuri perhatian di panggung terbesar sepak bola Eropa: Liga Champions.

Namun, jalan yang ia tempuh bukanlah jalan yang lurus melainkan penuh liku, ujian hidup, dan perjuangan yang pantas disebut sebagai kisah inspiratif sejati.

Julukan Singa yang melekat pada Acerbi bukan tanpa alasan. Ia bertarung tak hanya di lapangan, tapi juga dalam hidup. Mulai dari kehilangan ayah, kecanduan alkohol, depresi, hingga dua kali mengalahkan kanker testis semua itu dilaluinya dengan kepala tegak dan hati petarung.

Tato singa di dadanya bukan sekadar hiasan. Ia adalah perwujudan keberanian. Di lengan kanannya, tokoh Alex the Lion dari film Madagascar tersenyum, seolah menyiratkan sisi optimisme di balik sosok keras yang kerap terlihat di atas lapangan.

Puncak Karier di Usia Senja

Acerbi mencetak gol penentu di menit ke-93 saat Inter Milan menghadapi Barcelona di leg kedua semifinal Liga Champions 2025. Gol itu menyamakan kedudukan dan membawa laga ke perpanjangan waktu, di mana Inter akhirnya menang agregat 7-6.

Itu adalah gol pertamanya dalam 65 penampilan di kompetisi UEFA dicetak dengan kaki lemah, dari satu-satunya sentuhannya di kotak penalti lawan malam itu.

“Dia bek, tapi mencetak gol seperti striker sejati. Ada sesuatu yang magis di sana,” ujar Stefan de Vrij, rekan setimnya di lini belakang.

Jatuh Bangun Sejak Muda

Lahir di Vizzolo Predabissi, tak jauh dari San Siro, Acerbi memulai karier di klub kecil Pavia sebelum melanglang buana ke berbagai tim seperti Reggina, Genoa, dan Chievo.

Namanya mulai diperhitungkan saat bergabung dengan AC Milan, klub impiannya sejak kecil.

Namun, justru di Milan-lah hidupnya goyah. Ia belum berdamai dengan trauma masa kecil dan tekanan dari ayahnya yang perfeksionis. Setelah sang ayah wafat, Acerbi jatuh dalam jurang depresi dan alkohol.

"Aku sakit dan minum apa saja yang kutemukan," kenangnya.

Melawan Kanker Dua Kali

Pada Juli 2013, dunia Acerbi runtuh ketika ia didiagnosis kanker testis. Tumor berhasil diangkat, namun kembali muncul di akhir tahun, terdeteksi lewat tes doping yang tidak biasa.

Alih-alih menyerah, ia memilih bertarung. Lewat serangkaian kemoterapi Acerbi bangkit dan justru menemukan jati diri barunya.

"Secara paradoks, kanker memberiku kesempatan kedua. Aku sadar siapa diriku dan apa yang benar-benar kuinginkan," katanya.

Kembali ke Puncak Bersama Inter

Setelah tampil gemilang bersama Sassuolo dan Lazio, Acerbi direkrut Inter Milan atas rekomendasi pelatih Simone Inzaghi. Ia sempat diragukan karena usianya dan latar belakangnya sebagai eks pemain Milan.

Namun, keraguan itu sirna berkat kerja keras dan konsistensinya di lini pertahanan Nerazzurri.

Kini, ia tak hanya menjadi pemain senior yang dihormati, tapi juga inspirasi bagi banyak orang.

Pesan Hidup dari Sang Singa

"Pesanku sederhana: Jangan pernah menyerah. Kita boleh jatuh, tapi harus bangkit setiap kali. Sikap yang tepat akan membentuk kita menjadi lebih kuat," ungkap Acerbi.

Ia juga menekankan pentingnya meminta bantuan saat dibutuhkan dan membuka diri kepada orang-orang terdekat. “Segalanya dimulai dari dirimu sendiri.”

Francesco Acerbi bukan sekadar bek tengah. Ia adalah simbol dari kekuatan mental, keteguhan hati, dan semangat untuk melawan takdir. Jika Inter Milan berhasil mengangkat trofi Liga Champions di Munich, Acerbi bukan hanya salah satu pahlawan—ia adalah jiwa dari perjuangan itu sendiri.

Dan ketika ia mengangkat tangannya ke langit sebelum pertandingan, itu bukan selebrasi biasa itu adalah penghormatan bagi ayahnya, hidupnya, dan perjuangannya.sinpo

Editor: Imant. Kurniadi
Komentar: