Menteri HAM Pastikan Terlibat Penulisan Ulang Sejarah Sebagai Kontrol Kebenaran

BeritaNasional.com - Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan dukungannya terhadap gagasan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang penulisan ulang sejarah, khususnya terkait pelanggaran HAM berat dengan narasi atau tone yang lebih positif.
Melansir Antara, Selasa (3/6/2025) mengatakan penulisan ulang sejarah dengan tone positif bukan berarti menulis sejarah yang sesuai dengan keinginan pihak tertentu melainkan menuliskan sejarah secara apa adanya.
“Itu artinya tidak bermaksud mempositifkan semua peristiwa. Semua peristiwa itu ‘kan up and down: ada titik tertentu baik, titik tertentu jelek, tapi ketika kita menulis fakta peristiwa apa adanya, itu yang namanya tone positif,” tuturnya.
Menurut Pigai, sejarah Indonesia selama ini masih dalam perdebatan, ada pihak yang menerima maupun menolak suatu peristiwa. Oleh karena itu, pemerintah perlu menulis ulang sejarah bangsa.
“Yang dimaksud tone positif adalah data, fakta, informasi atas perjalanan sejarah bangsa diungkap apa adanya. Tapi ‘kan teman-teman wartawan atau masyarakat memaknai tone positif itu sesuai dengan keinginan pemerintah. Emang pemerintah keinginannya apa? ‘Kan enggak juga,” kata dia.
Sebagai bagian dari kabinet pemerintahan, Pigai memastikan Kementerian HAM akan terlibat dalam penulisan ulang sejarah Indonesia untuk mengontrol kebenaran peristiwa yang ditulis. Dalam hal ini, ia menyoroti perihal keadilan dan ketidakadilan.
“Kalau kami lebih kepada mengontrol kebenaran peristiwa. Itu soal justice (keadilan). Ketika ada peristiwa tertentu yang ditutupi itu injustice (ketidakadilan). Peristiwa itu diungkap secara fakta, apa adanya, itu justice,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan sejarah Indonesia akan ditulis ulang dengan tone yang lebih positif.
“Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah; pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” kata dia saat ditemui di Cibubur Jawa Barat, Minggu (1/6).
Menurut dia, pembaruan buku sejarah akan dilakukan dengan mengedepankan perspektif Indonesia sentris. Hal ini untuk menghapus bias kolonial, memersatukan bangsa Indonesia, dan menjadikan sejarah relevan bagi generasi muda.
“Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, ya, saya kira itu selalu ada. Jadi, yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif, dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” ucapnya.
Di sisi lain, Fadli Zon meminta masyarakat untuk tidak khawatir karena penulisan ulang sejarah ini melibatkan tim yang mencakup 113 penulis, 20 editor jilid, dan tiga editor umum, termasuk sejarawan.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 22 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
DUNIA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu