Musim Kemarau 2025 Mundur, Mayoritas Wilayah Indonesia Masih Diguyur Hujan

Oleh: Lydia Fransisca
Senin, 30 Juni 2025 | 20:30 WIB
Indonesia masih diguyur hujan (Foto/Pixabay)
Indonesia masih diguyur hujan (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Musim kemarau tahun 2025 dipastikan datang lebih lambat dari biasanya. Sebab, sebagian besar wilayah lainnya masih berada dalam kondisi musim hujan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hingga awal Juni, hanya sekitar 19 persen wilayah Indonesia yang telah memasuki musim kemarau. 
 
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, keterlambatan musim kemarau tahun ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi selama April hingga Mei 2025. Padahal, dua bulan tersebut merupakan periode yang seharusnya menjadi masa peralihan.

"Prediksi musim dan bulanan yang kami rilis sejak Maret lalu menunjukkan adanya anomali curah hujan yang di atas normal di wilayah-wilayah tersebut (Jawa, Bali, NTB, dan NTT) dan ini menjadi dasar utama dalam memprediksi mundurnya musim kemarau tahun ini,” kata Dwikorita dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).

Meski dalam kalender klimatologis kemarau biasanya dimulai sekitar Mei, realitas di lapangan menunjukkan hujan masih mengguyur sebagian besar daerah hingga awal Juni.

BMKG mencatat bahwa pada sepuluh hari pertama Juni 2025 alias Dasarian I, sebagian besar wilayah Indonesia memang mulai menunjukkan tren penurunan curah hujan.

Namun, transisi ini tidak berlangsung merata. Beberapa wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan telah lebih dulu memasuki fase kering, sedangkan wilayah selatan masih dibasahi hujan.

BMKG juga memperkirakan bahwa musim kemarau tahun ini akan berlangsung lebih singkat dari biasanya. 

Bahkan, curah hujan di atas normal diperkirakan akan berlanjut di beberapa wilayah hingga Oktober 2025.

"Kondisi curah hujan yang tetap tinggi selama periode kemarau membawa dua sisi konsekuensi yang harus dipahami dan disikapi secara tepat," ujar Dwikorita.

Ia menjelaskan, keberadaan hujan selama musim kemarau dapat menjadi berkah bagi para petani padi, karena pasokan air irigasi relatif tetap tersedia. Ini dapat mendukung kelangsungan masa tanam dan produksi pertanian.

Namun, di sisi lain, peningkatan curah hujan di musim kemarau juga menimbulkan risiko terhadap pertanian hortikultura, yang pada umumnya lebih sensitif terhadap kondisi kelembapan tinggi. 

Tanaman hortikultura seperti cabai, bawang, dan tomat sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit akibat kelembaban berlebih.

“Kami mendorong petani hortikultura untuk mengantisipasi kondisi ini dengan menyiapkan sistem drainase yang baik dan perlindungan tanaman yang memadai,” ucap Dwikorita.


 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: