Ketua Komisi XIII DPR Ungkap Pentingnya RUU PPRT Segera Dibahas

Oleh: Ahda Bayhaqi
Senin, 21 Juli 2025 | 10:38 WIB
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (kanan). (BeritaNasional/Elvis).
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (kanan). (BeritaNasional/Elvis).

BeritaNasional.com -  Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menilai Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) diperlukan sebagai payung hukum yang mampu memberikan perlindungan terhadap para pekerja rumah tangga. Karena itu, Willy mendorong RUU PPRT untuk segera dibahas di Badan Legislasi (Baleg).

"Kenapa Undang-Undang PPRT penting? Karena di dalam ketenagakerjaan kita, Undang-Undang 13/2003 itu sangat diskriminatif. Pekerja hanya mereka yang bergerak di sektor barang dan jasa, di luar itu tidak pernah diakui sebagai pekerja," ungkap Willy dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).

RUU PPRT dinilai sangat esensial karena hak pekerja adalah hak asasi manusia seperti yang diatur dalam konstitusi.

"Itu sudah fundamental problem. Jadi, mereka cuma dilindungi oleh Permenaker," ujarnya.

Willy mengatakan RUU PPRT sangatlah minimalis karena tidak memiliki cantelan hukum di Undang-Undang Ketenagakerjaan yang nama sifatnya pun khusus seperti UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"RUU PPRT boleh dibilang dia lex specialis, karena dia memiliki bentuk yang hampir mirip dengan UU TPKS, tapi yang paling fundamental kita cuma ingin memberikan perlindungan," ujar Willy.

"Karena apa? Di zaman sekarang ini masih ada eksploitasi yang sangat unhuman, orang disuruh kerja. Ini kan seperti fenomena gunung es ya, di mana ini dianggap urusan rumah tangga orang," sambungnya.

Masih ada persoalan yang perlu diperdebatkan terkait domain RUU PPRT. Seperti perilaku eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga yang tidak dianggap sebagai urusan publik, tetapi urusan orang per orang atau rumah tangga per rumah tangga.

"Ini dibentengi oleh tingginya dan tebalnya urusan domestik. Sehingga kita undang kawan-kawan dulu untuk duduk bersama agar undang-undang ini tidak dipukul rata," ujar Willy. 

Diketahui, RUU PPRT merupakan rancangan undang-undang inisiatif DPR yang saat ini dibahas oleh Baleg DPR. Namun, pengesahan RUU ini dipastikan molor dari target.

Rancangan UU tersebut sebetulnya sudah diusulkan ke DPR sejak 2004. Hanya, selama dua dasawarsa atau 20 tahun, nasib RUU PPRT terkatung-katung. Hingga pada periode lalu, Baleg menjadikan RUU ini sebagai inisiatif DPR.

DPR bahkan sudah mengirimkan draf RUU PPRT ke pemerintah untuk mendapat masukan berupa daftar inventarisasi masalah (DIM).

Sayangnya, hingga masa keanggotaan DPR periode lalu berakhir pada Oktober 2024, RUU PPRT masih jalan di tempat. Sebab, pimpinan DPR RI belum menunjuk alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU tersebut.

Kemudian, pada periode keanggotaan DPR 2024-2029, RUU PPRT kembali masuk daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025 atas usulan Baleg.

Bak mendapat restu alam, angin segar pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang pun mulai berembus pada 1 Mei 2025 lewat pidato Presiden Prabowo Subianto saat perayaan Hari Buruh internasional.  

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyatakan keinginannya untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT. Presiden bahkan menjanjikan bakal membereskan RUU PPRT dalam tiga bulan.

Jika komitmen tersebut betul-betul dipegang, seharusnya pengesahan UU PPRT akan dilaksanakan pada 1 Agustus 2025. Namun, Baleg DPR menyatakan bahwa pengesahan RUU PPRT kemungkinan molor dari target.

Oleh karena itu, Willy meminta komitmen pimpinan DPR RI dan Baleg DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT sebagai dukungan terhadap janji Presiden Prabowo yang disampaikan di Hari Buruh.

"Kalau mendukung kan jangan lain di bibir, lain di hati. Kita kan mengkonfirmasi orang sederhana aja, di tindakan, 1.000 kata-kata tidak jadi apa-apa. Tapi, satu tindakan bisa mengubah apa pun," kata Willy.

Adapun, molornya pengesahan RUU PPRT dari target disebabkan tenggat waktu tiga bulan yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto tidak mengacu pada kalender hari kerja.

Dalam keterangannya baru-baru ini, Baleg DPR menjelaskan bahwa dewan memiliki masa reses yang membuat hitungan tiga bulan tidak sesuai masa kerja kalender pada umumnya.

Masa reses DPR digunakan bagi para legislator untuk kembali ke daerah pemilihan atau dapil masing-masing dan menyerap aspirasi masyarakat.

Sebagai informasi, DPR akan memasuki masa reses pada 25 Juli 2025 mendatang dan baru berakhir pada 15 Agustus 2025.

Selain itu, Baleg DPR menyatakan saat ini tengah membahas produk legislasi lain. Salah satunya adalah RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang prosesnya masih sama dengan RUU PPRT. Yakni, mendengarkan aspirasi publik melalui rapat dengar pendapat umum.

Jadi, waktu penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan RUU PPRT ini kemungkinan melampaui target yang telah ditetapkan.

Terkait hal ini, Willy yang menjabat sebagai pimpinan komisi DPR bidang Hak Asasi Manusia (HAM) itu berharap Baleg DPR bisa bijaksana dalam proses pembahasan RUU PPRT agar UU yang memberikan keadilan bagi pekerja rumah tangga dapat segera disahkan.

"Jadi, bagaimana proses yang harus kita bangun ini adalah, jangan kemudian kita berat sebelah. Hidup ini kan harus balancing, undang-undang yang pro rakyat mengurus orang banyak ini harus kita jadikan produk. Jangan hanya undang-undang yang lain," tegas Willy. 

"DPR kan rumah rakyat, ini pertarungan politik, memang konsekuensi logis dari DPR kan, ada yang sepakat, ada yang enggak. Tapi, setidaknya, kita bisa belajar bahwa periode 2024 adalah periode paling progresif dari UU PPRT," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: