DPR Soroti Kesenjangan Imunisasi Dasar, Campak di Sumenep Jadi Peringatan Keras

Oleh: Ahda Bayhaqi
Kamis, 28 Agustus 2025 | 11:45 WIB
Ilustrasi campak. (Foto/freepik)
Ilustrasi campak. (Foto/freepik)

BeritaNasional.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menilai, Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Sumenep, Jawa Timur menunjukan lemahnya tata kelola sistem imunisasi nasional. Meski telah ada program imunisasi dasar lengkap gratis, faktanya masih rendah cakupan di daerah tertentu.

Menurut Yahya, hal ini menunjukan kesenjangan serius dalam pelaksanaan, pendataan, dan pengawasan di lapangan.

"Kejadian ini menunjukkan bahwa strategi pencegahan belum berjalan optimal. Imunisasi seharusnya menjadi garda terdepan, tetapi yang terjadi justru langkah reaktif berupa vaksinasi massal setelah kasus menembus ribuan dan korban jiwa berjatuhan," ujar Yahya, Kamis (28/8/2025).

Komisi IX DPR mendorong evaluasi menyeluruh sistem imunisasi nasional. Termasuk aspek pendataan berbasis digital dan real-time untuk melacak anak yang belum menerima imunisasi.

"Serta penguatan peran Posyandu dan kader kesehatan desa agar deteksi dini tidak terlewat," ujar Yahya.

"Juga perlu dibarengi dengan strategi komunikasi publik dan pendekatan yang berbasis budaya lokal, terutama di daerah dengan resistensi masyarakat akibat mitos atau ketakutan terhadap imunisasi," paparnya.

Yahya mengingatkan capain imunisasi dasar di daerah seperti Sumenep harus sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang menetapkan cakupan 95 persen. Yahya menilai, kegagalan mencapai target ini harus menjadi bahan audit nasional, bukan sekadar evaluasi administratif.

"Campak memiliki angka reproduksi (R0) yang sangat tinggi, sehingga keterlambatan vaksinasi berisiko memicu ledakan kasus di wilayah lain," tuturnya.  

Maka itu, Yahya mendorong Kementerian Kesehatan bersama pemerintah daerah untuk melakukan audit imunisasi nasional secara terbuka, memperkuat jejaring data kesehatan, serta memastikan keberlanjutan vaksinasi tidak berhenti pada program darurat. 

"Setiap anak Indonesia berhak atas perlindungan kesehatan yang setara, tanpa terkecuali," tegas Yahya.

 

"KLB campak di Sumenep adalah peringatan keras bagi kita semua agar sistem pencegahan menjadi prioritas utama. Negara tidak boleh menunggu wabah meluas dan korban jatuh, baru kemudian bertindak," pungkasnya.

Seperti diketahui, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur melaporkan hingga Agustus ini, ada 17 anak yang meninggal akibat campak. Catatan itu membuat pemerintah setempat menetapkan penyebaran campak sebagai kejadian luar biasa. 

Sementara data Dinas Kesehatan Jawa Timur mencatat hingga Agustus 2025, terdapat 2.035 kasus terkonfirmasi. Selain di Sumenep, ratusan balita di Bangkalan juga mengalami infeksi campak. Satu di antaranya meninggal dunia.

Kasus campak di Bangkalan didominasi oleh anak-anak berusia 2-3 tahun. Umumnya, mereka mengalami gejala yang serupa seperti demam di hari pertama, keluar bintik-bintik merah di belakang telinga hingga sekujur tubuh. Pada beberapa balita yang terinfeksi campak, biasanya disertai dengan batuk dan pilek.

 


 sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: