Hakim Tolak Praperadilan Nadiem Makarim, Ini Alasannya

Oleh: Panji Septo R
Senin, 13 Oktober 2025 | 15:14 WIB
Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim (Beritanasional/Bachtiar)
Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim (Beritanasional/Bachtiar)

BeritaNasional.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim terkait kasus dugaan pengadaan laptop Chromebook.

Dalam putusannya, Hakim tunggal Ketut Darpawan menyatakan, penetapan tersangka dan penahanan Nadiem oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sesuai ketentuan hukum.

“Satu, menolak Praperadilan pemohon. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” ujar Ketut di PN Jaksel, Senin (13/10/2024).

Dengan keputusan ini, proses penyidikan terhadap mantan menteri di era Presiden Joko Widodo tersebut akan tetap berlanjut di Kejagung.

Hakim menilai penyidikan yang dilakukan Kejagung telah sesuai dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku. 

"Penyidikan yang dilakukan termohon untuk mengumpulkan bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” ucap hakim.

Lebih lanjut, hakim menegaskan tidak berwenang menilai alat bukti yang dipersoalkan pemohon karena hal itu sudah masuk ranah pokok perkara yang nantinya diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka proses penyidikan yang dilakukan oleh termohon adalah sah menurut hukum,” kata dia.

Sebelum Nadiem ditetapkan tersangka, ada empat tersangka yakni Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbudristek, Mulatsyah (MUL) sebagai Direktur SMP Kemendikbud Ristek, Juris Tan (JT) selaku eks staf khusus Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku Konsultan Teknologi Kemendikbudristek.

Mereka dijerat dugaan persekongkolan jahat berujung korupsi terhadap program digitalisasi tersebut. 

Berkaitan bantuan laptop Chromebook dengan anggaran keseluruhan Rp 9,3 triliun yang berujung kerugian negara sekitar Rp 1,98 triliun.

Akibatnya para tersangka dijerat sesuai Pasal 1 Ayat 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: