Pemprov DKI Keluhkan Insentif Pajak 0 Persen Kendaraan Listrik, Ini Penyebabnya!

Oleh: Lydia Fransisca
Rabu, 22 Oktober 2025 | 10:43 WIB
Kendaraan melintas di Kawasan Jalan Kenari, Jakarta, Selasa (7/10/2025).  (Beritanasional.com/Oke Atmaja)
Kendaraan melintas di Kawasan Jalan Kenari, Jakarta, Selasa (7/10/2025). (Beritanasional.com/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Pemprov DKI Jakarta mengeluhkan kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan insentif pajak kendaraan listrik sebesar 0 persen hingga akhir 2025. Kebijakan ini disebut telah menggerus pendapatan daerah hingga Rp3 triliun.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan, pemberlakuan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 0 persen menyebabkan potensi penerimaan daerah menurun drastis.

“Terkait pajak bea balik nama kendaraan listrik yang sekarang tarifnya 0 persen dan juga PKB kendaraan listrik tarifnya juga 0 persen, ini sampai dengan akhir tahun 2025, karena tarif yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 adalah 0 persen,” kata Lusiana, dikutip Rabu (22/10/2025).

Menurut Lusi, potensi pendapatan dari dua jenis pajak itu sebenarnya cukup besar mengingat penjualan kendaraan listrik terus meningkat. 

Namun, insentif pajak justru membuat Pemprov DKI kehilangan sumber pendapatan penting.

“Sebenarnya dari (pungutan) pajak PKB maupun BBNKB listrik ini sangat luar biasa pendapatan kita harusnya. (Dari insentif 0 persen pajak kendaraan listrik) penurunan pendapatan (daerah) kita turun sekitar Rp3 triliun,” ujar Lusi.

Pemprov DKI, lanjut Lusi, kini berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk meninjau kembali kebijakan tersebut. 

Ia menilai, melonjaknya penjualan kendaraan listrik semestinya menjadi dasar bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi insentif 0 persen yang sudah berjalan tiga tahun terakhir.

“Kalau bisa ditinjau kembali terkait dengan kebijakan pusat untuk pajak PKB maupun BBNKB kendaraan listrik," ucap Lusi.

"Karena sampai dengan saat ini penjualan kendaraan listrik itu melonjak, sangat tinggi. Sehingga kalau ini dibiarkan, maka pendapatan daerah, bukan hanya DKI ya, daerah akan tergerus dari situ,” tambah dia.

Menurut Lusi, penghapusan insentif pajak kendaraan listrik dapat membantu menambah penerimaan daerah, terutama setelah pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) dalam penganggaran tahun 2026.

Pemprov DKI sebelumnya telah merancang APBD 2026 senilai Rp95,35 triliun, namun angka itu harus direvisi menjadi Rp81,28 triliun setelah TKD dari pemerintah pusat dipangkas Rp15 triliun.

“Jadi, pendapatan kita itu tergantung dengan kebijakan apa yang akan kita jalankan di tahun 2026,” tandasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: