DPR dan Pemerintah Setujui RUU KUHAP Segera Disahkan di Rapat Paripurna
BeritaNasional.com - Komisi III DPR RI bersama pemerintah menyetujui RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk segera disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Komisi III DPR dan pemerintah telah menyepakati hasil pembahasan revisi UU KUHAP.
Komisi III dan pemerintah yang diwakili Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Hukum Edward O.S Hiariej, telah mengambil keputusan pada pembicaraan tingkat pertama dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dalam pandangan mini fraksi, seluruh fraksi menyetujui agar RUU KUHAP dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah, apakah naskah RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua yaitu pengambilan keputusan RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?" ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat mengambil keputusan.
"Setuju," jawab anggota Komisi III yang hadir.
Habiburokhman menjelaskan ada 14 substansi perubahan dalam KUHAP yang baru. Tujuan perumusan pasal-pasal dalam KUHAP baru adalah merespon kebutuhan sistem peradilan pidana yang mengedepankan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
"RUU KUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat baik sebagai tersangka maupun korban tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara," ujarnya.
Berikut 14 substansi perubahan RUU KUHAP:
1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
3. Penegasan prinsip diferensi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas.
4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen kebutuhan khusus serta menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan yang ramah dan aksesibel.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law. Termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi.
13. Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
EKBIS | 9 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 14 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu






