Cacar Monyet Cukup Meresahkan, Pemerintah Sudah Berbuat Apa?

Oleh: Tim Redaksi
Rabu, 04 September 2024 | 03:04 WIB
Ilustrasi penanganan cacar monyet. (BeritaNasional/Freepik)
Ilustrasi penanganan cacar monyet. (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com - Monkeypox (Mpox) atau cacar monyet belakangan menjadi masalah kesehatan yang meresahkan masyarakat. 

Pada 14 Agustus 2024, WHO menetapkan kembali status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Mpox.

Selama 2022-2024, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 88 kasus Mpox di Indonesia. Di antaranya 74 kasus hingga 2023 dan 14 kasus pada 2024.

Pemerintah bergerak cepat memperketat pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara dan mengaktifkan kembali pelacakan mobilitas pelaku perjalanan melalui aplikasi Satu Sehat Health Pass untuk mencegah peningkatan kasus cacar monyet. 

Skrining ketat dilakukan menyusul ditemukannya varian Clade Ib di luar kawasan Afrika. Virus Mpox Clade Ib terindikasi memiliki derajat keparahan yang lebih tinggi, penularan lebih cepat, termasuk menular ke populasi anak-anak. 

Kepala ORK BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menjelaskan mpox dipengaruhi oleh beberapa clade yaitu clade Ia, clade lb, dan clade Ilb. 

Clade Ia berkaitan dengan kasus yang terjadi pada anak-anak dan juga dewasa dengan manifestasi klinis yang lebih berat. 

Sementara itu, clade lb dan Ilb, penularan antar manusia sebagian besar terjadi melalui kontak seksual.

“BRIN sebagai badan organisasi riset memiliki salah satu tanggung jawab dalam upaya pencegahan wabah/KLB di Indonesia. Penelitian lebih lanjut perlu terus dilakukan terkait epidemiologi, transmisi dan pengembangan vaksin atau terapi baru dalam upaya pengendalian Mpox,” ujar Indi. 

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN, Harimat Hendrawan mengungkapkan, dari Hasil Penilaian Risiko Bersama (PRB) atau Joint Risk Assesment (JRA) Mpox di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan kasus Mpox pada hewan. 

Namun, karena cukup banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan hewan peliharaan sehingga dikhawatirkan terdapat potensi penularan balik (spill back) dan pembentukan reservoir hewan baru. 

“Risiko-risiko tersebut perlu segera diketahui, termasuk perkembangan terkini terkait Mpox. Pengetahuan yang terus berkembang tentang Mpox membantu dalam upaya mitigasi faktor risiko dan mengidentifikasi cara-cara penularan baru serta meningkatkan langkah-langkah pencegahan yang efektif,” imbuh Hendrawan.

Menurut dia, pencegahan dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi. 

Pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi. 

“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” tegas Hendrawan.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: