Melihat Dampak Positif Putusan MK, Bikin KPK Bisa Tangani Kasus Korupsi yang Seret Oknum Militer

Oleh: Ahda Bayhaqi
Minggu, 01 Desember 2024 | 17:57 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Gedung Mahkamah Konstitusi. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menangani kasus korupsi yang menyeret oknum dalam institusi militer telah menjadi terobosan hukum baru.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai putusan MK telah mempertegas kewenangan KPK untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU KPK, langkah strategis dalam pemberantasan korupsi. Pasal ini mengatur kewenangan KPK dalam menangani kasus koneksitas, yaitu yang melibatkan pelaku dari kalangan sipil dan militer,” kata Fahmi saat dihubungi beritanasional.com pada Minggu (1/12/2024).

Fahmi mengatakan, adanya putusan ini telah memberikan kejelasan bahwa KPK dapat langsung menangani kasus tersebut tanpa ketidakpastian hukum yang sebelumnya menghambat pelaksanaannya.

Sebab, pada beberapa kasus sebelumnya, korupsi yang ditangani KPK menyangkut oknum militer selalu dianggap bahwa kasus korupsi itu hanya dapat bisa diadili lewat peradilan militer.

“Namun, putusan ini tidak berarti KPK mengabaikan mekanisme peradilan yang ada. KUHAP dan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sudah mengatur penyelenggaraan peradilan koneksitas,” katanya.

“Termasuk penyidikan oleh tim gabungan sipil dan militer serta penentuan yurisdiksi berdasarkan dampak kerugian,” tambahnya.

Dengan demikian, kata Fahmi, putusan ini bukan sekadar soal keharusan melimpahkan ke oditurat atau pengadilan militer atau tidak. Tetapi tentang kejelasan peran KPK dalam hukum acara pidana koneksitas.

“Meski begitu, kewenangan ini tetap memiliki tantangan. Potensi benturan dengan sistem peradilan militer, terutama terkait yurisdiksi dan budaya kerja, harus dikelola dengan baik,” jelasnya.

Sebab, Fahmi menyoroti TNI yang bekerja dengan prinsip hierarki dan kerahasiaan, mungkin saja melihat keterlibatan KPK sebagai ancaman terhadap otonomi institusi.

“Nah, tantangan ini harus diatasi melalui koordinasi yang solid dan penguatan komunikasi antar-institusi. Sebagai putusan yang bersifat final dan mengikat, semua pihak, termasuk TNI, harus mematuhinya,” jelasnya.

Karena itu, Fahmi menilai TNI perlu bersikap kooperatif dengan KPK. Termasuk meliputi Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang memiliki peran sentral perumusan kebijakan dan regulasi terkait sistem pertahanan negara.

“Dengan keterlibatan aktif Kemenhan, penyesuaian ini diharapkan dapat memperkuat koordinasi tanpa mengganggu operasional TNI,” jelasnya.

Fahmi menjelaskan adanya putusan MK bisa menguntungkan jika dikelola dengan baik karena bisa membantu TNI memperkuat integritas institusinya dengan menghilangkan praktik korupsi yang berpotensi melemahkan kinerjanya. 

“Selain itu, transparansi yang dihasilkan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap militer sebagai institusi yang tidak hanya menjaga kedaulatan negara, tetapi juga berkomitmen terhadap prinsip akuntabilitas,” imbuhnya.

KPK dan TNI Harus Duduk Bersama

Senada dengan itu, mantan penyidik minta KPK Yudi Purnomo Harahap juga menilai putusan ini sangat positif untuk memperkuat lembaga KPK. Karena telah memberikan kejelasan penanganan kasus korupsi melibatkan militer.

Namun, tetap dengan syarat tertentu yaitu jika perkara korupsi tersebut diusut KPK pada awalnya. 

Semisal saat OTT KPK ada anggota militer yang turut menjadi tersangka. KPK bisa menangani atau misal ada penyelidikan terbuka terhadap kasus korupsi yang sudah terjadi maka KPK bisa menangani anggota militer yang terlibat.

“Tentu putusan MK ini bagus ya semakin memperluas kewenangan KPK yang sebelumnya sesuai UU KPK subyek hukum Penanganan korupsi hanya penyelenggara negara, penegak hukum dan orang lain yang ada kaitannya dengan Penyelenggara negara dan orang lain,” katanya.

Meski begitu, Yudi memandang pelaksanaan aturan itu tetap mengharuskan KPK dan TNI duduk bersama. Guna mencari jalan bersama dalam melaksanakan aturan MK ini yang sudah final and biding.

 

“Artinya semua harus dibicarakan sebab selama ini kan jika KPK menangani kasus korupsi dilimpah ke TNI jika ada anggota diduga terlibat,” jelasnya. 

“Kemudian dilihat juga aturan aturan lain apakah bertabrakan atau tidak, tumpang tindih atau tidak, artinya jangan sampai hal ini menimbulkan permasalahan baru, karena pemberantasan korupsi membutuhkan sinergi semua instansi,” bebernya,” sambungnya.

Respons Mabes TNI

Sebelumnya, Mabes TNI akan melakukan koordinasi dengan KPK atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal penanganan kasus korupsi yang melibatkan militer dapat diusut oleh lembaga anti rasuah tersebut. 

Demikian hal itu disampaikan Kapuspen TNI Mayjen, Hariyanto, Minggu (1/12/2024). Ia menyebut hingga putusan tersebut dibacakan, kini pihaknya masih mempelajari putusan dalam perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 tersebut.

“Dalam hal ini, TNI akan mempelajari lebih lanjut putusan tersebut dan implikasinya serta berkoordinasi dengan KPK,” kata Hariyanto dalam keterangan tertulisnya. 

Selain dengan KPK pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tentang putusan itu. Ini dilakukan untuk memastikan tidak ada yang bertentangan dengan tugas TNI menjaga kedaulatan negara.

“Kejaksaan Agung dan instansi terkait untuk memastikan pelaksanaan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi” tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: