Kejagung Persilakan Warga Lapor jika Ada Pelanggaran Etik Hakim yang Vonis Harvey Moeis

Oleh: Bachtiarudin Alam
Minggu, 05 Januari 2025 | 15:13 WIB
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai. (Beritanasional/Bachtiarudin)
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai. (Beritanasional/Bachtiarudin)

BeritaNasional.com - Vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis masih menjadi sorotan. Dampaknya, banyak warga yang mempertanyakan kredibilitas hakim atas vonis ringan tersebut.

Sebab, vonis 6,5 tahun Harvey berujung mendapat kritik dari masyarakat lantaran jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu 12 tahun penjara.

Atas isu dugaan pelanggaran etik hakim itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mempersilakan masyarakat untuk membuat laporan apabila menemukan dugaan tersebut.

“Sampai saat ini, kami terus terbuka atas laporan atau pengaduan masyarakat soal dugaan itu,” kata Harli saat dihubungi pada Minggu (5/1/2025).

Sebab, Harli menjelaskan bahwa adanya pandangan berbeda antara penerapan tuntutan dan putusan merupakan ranah majelis hakim. Namun, terkait dengan adanya pelanggaran etik, dia mempersilakan warga membuat laporan.

“Tapi, apakah putusan itu karena ada sesuatu selain pertimbangan-pertimbangan hukum. Kami sangat mengharapkan aduan dari masyarakat,” katanya.

Sementara itu, untuk upaya hukum atas vonis tersebut, JPU Kejagung RI telah menyatakan banding. Hal itu diambil sebagai langkah atas vonis yang dianggap masih kurang memenuhi rasa keadilan.

Vonis 6,6 tahun dengan uang pengganti Rp 210 miliar (2 tahun) dan denda Rp 1 miliar (6 bulan) tidak bisa diterima karena jauh dari tuntutan JPU, yakni pidana 12 tahun UP (uang pengganti) Rp 210 miliar (6 tahun) dan denda Rp 1 miliar (1 tahun).

“Adapun alasan menyatakan banding, karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para Terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan sebelumnya.

KY Usut Pelanggaran Etik

Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) mengakui jika vonis 6,5 tahun kepada Harvey Moeis yang dianggap terlalu ringan oleh masyarakat. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum dimana terdakwa dituntut 12 tahun penjara, membayar denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.

Harvey Moeis terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.

Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan bahwa pihaknya sudah menurunkan tim selama persidangan kasus korupsi timah ini.

"Selama persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan," ujar Fajar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai bentuk agar hakim bisa menjaga independensinya saat memutus perkara dengan adil. 

"Beberapa diantaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge dan saksi. Hal ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil," jelas dia.

Lebih jauh, Fajar mengutarakan bahwa pihaknya akan mendalami ada tidaknya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim yang memvonis Harvey Moeis. 

"KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi," ucapnya.

Hanya saja, dia mengatakan pendalaman KY tidak akan masuk pada substansi putusan.

"Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: