Mencuat dari Sidang Etik Suap AKBP Bintoro, Ada Perbuatan Tercela Polisi soal Senjata Api

Oleh: Ahda Bayhaqi
Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:17 WIB
Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) AKBP Bintoro. (Foto/Istimewa)
Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) AKBP Bintoro. (Foto/Istimewa)

BeritaNasional.com - Bukan cuma dua, ternyata ada tiga laporan polisi terkait kasus yang menyeret anak bos jaringan klinik laboratorium Prodia, Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto.

Sidang etik dugaan suap Mantan Kasatreskrim AKBP Bintoro dan empat anggota Polres Jaksel telah mengungkap tabir lain. Salah satunya soal tiga laporan polisi (LP) terkait dengan tersangka Anak Bos Produa, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto.

Lantaran sebelumnya dugaan etik suap ini hanya berkaitan dengan dua LP yakni pembunuhan dan persetubuhan dibawah umur yang dilakukan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto.

"Konstruksi peristiwa besarnya ada 3 LP. Cuma, yang disidang di sini (Bidpropam Polda Metro),” kata Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam selaku pihak eksternal pengawas yang memantau sidang etik, dikutip Sabtu (8/2/2025).

Lantas LP ketiga, ternyata berkaitan dengan kepemilikan senjata api. Hal itu turut termasuk dalam kasus Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto yang sebelumnya telah dijerat dengan dua LP.

“Karena ini menyangkut ke Jakarta Selatan, yang disidang 2 LP. (LP) 1179 sama 1181. LP yang satunya, belum. Kalau yang LP satunya, yang enggak diperiksa di sini, itu terkait benda, bisa senpi gitu, yang masuk dalam struktur cerita pokok perkara di awal," kata Anam, 

Di mana laporannya tipe A alias laporan yang dibuat polisi. Pada penanganan kasus kepemilikan senpi itu ada indikasi perbuatan 'tercela' yang diduga dilakukan oknum polisi sama seperti di dua kasus sebelumnya, erat kaitannya dengan suap. 

"Ini satu peristiwa 3 LP, 2 LP sudah terbukti sebagai perbuatan tercela. Kalau pertanyaan, apakah LP yang satunya ini juga ada indikasi itu (perbuatan tercela) ? pasti ada indikasi perbuatan tercela,” kata Anam.

“Apa perbuatan tercelanya? ya, biarkan nanti diurai seperti diproses ini. Kan macam-macam penguraiannya itu. Ada soal barang, soal uang, soal aktor," tambah dia.

Anam memastikan untuk kasus yang ketiga diproses. Sebab, hal ini merupakan satu kesatuan dengan dua kasus sebelumnya yang mana telah terdapat vonis etiknya dijatuhkan majelis KKEP bentukan Bidpropam Polda Metro Jaya.

"Yang akan jalan adalah pemeriksaan terhadap LP yang tidak disebutkan di proses ini. Kan ada 3 LP, yang 1 kan enggak diperiksa. Nah, ini, yang LP 1 ini, LP (tipe) A, tanggalnya juga sama, itu saya yakin, akan diproses,” ujar Anam.

Karena sebagai LP tipe A yang dibuat langsung oleh polisi berdasarkan hasil pengembangan tindak pidana. Dengan pidana asalnya dua LP yang merupakan satu kesatuan peristiwa pidana kejahatan Anak Bos Prodia.

“Karena enggak mungkin enggak diproses. Karena itu struktur peristiwa yang menyatu. Kalau nggak, ini juga patah," katanya.

Sanksi Etik AKBP Bintoro Cs

Sebelumnya, Majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) bentukan Bid Propam Polda Metro Jaya akhirnya merampungkan total lima anggota polisi yang diduga terlibat suap kasus pembunuhan Anak Bos Prodia Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto, Jumat (7/2/2025).

Dengan hasil terakhir sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) atau dipecat kepada Mantan Kepala Unit PPA Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Polisi Mariana.

Vonis pemecatan itu sama halnya dengan Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan Eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria.

Kemudian, Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Eks Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas keduanya disanksi etik delapan tahun. 

Dari kelima yang telah dijatuhkan sanksi etik, seluruhnya kompak menyatakan banding. Sehingga nantinya akan ada 21 hari kedepan untuk majelis KKEP menyiapkan sidang tingkat banding tersebut.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: