Agus Buntung Divonis 10 Tahu, LPSK Singgung Keberpihakan ke Korban Jadi Kunci

BeritaNasional.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut memantau langsung sidang putusan terhadap perkara kekerasan seksual dengan terdakwa I Wayan Agus Suartama (IWAS) atau yang dikenal Agus Buntung di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (27/5/2025).
Dengan hasil putusan terhadap Agus yang menyandang disabilitas tanpa tangan tetap dinyatakan bersalah. Dengan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan dalam perkara persetubuhan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah anak dan remaja.
Menanggapi vonis tersebut, Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati menyoroti perkara ini telah menempatkan posisi keterangan korban sebagai bukti utama meskipun pelaku adalah penyandang disabilitas.
“Sesulit apa pun pembuktian dalam perkara kekerasan seksual, jika sidang menempatkan keterangan korban sebagai titik pusat pencarian kebenaran, maka jalan menuju keadilan bisa lebih terang,” kata Sri dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).
Menurutnya meski Agus adalah penyandang disabilitas, bukan berarti tak mampu melakukan kekerasan. Justru dengan kondisinya bisa dijadikan sebagai cara manipulatif tindak kejahatannya.
Terlebih, manipulatif yang dipakai pelaku untuk mendekati korban menggunakan kemampuannya bermain musik gamelan, menggali kerentanan mereka, dan mengancam dengan narasi supranatural agar korban bungkam"
“Sebesar apa pun tantangan dalam pembuktian kasus kekerasan seksual, jika kesaksian korban dijadikan pusat pertimbangan maka kebenaran substantif akan muncul,” tuturnya.
Ia juga menyoroti adanya relasi kuasa dari pelaku, yang mengaku memiliki modus khusus untuk menundukkan korban, sehingga membuat mereka takut melapor. Sri menambahkan, banyak korban yang masih sangat muda dan mengalami trauma jangka panjang.
Sementara itu, pertimbangan hukuman terhadap pelaku justru seringkali masih memerhitungkan usia atau kondisi fisik pelaku, tanpa melihat dampak berkepanjangan yang dialami korban.
“Trauma korban tidak berhenti ketika perkara selesai. Rasa takut, malu, dan luka psikologis mereka bisa membekas sepanjang hidup,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia menyoroti keberpihakan kepada korban sesuai tujuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menempatkan korban sebagai pusat pemulihan dan perlindungan.
Maka dari itu, LPSK dalam kasus kekerasan seksual yang dilakukan Agus telah memberi perlindungan kepada delapan korban dan satu saksi, termasuk rehabilitasi psikologis dan dukungan medis dimulai dari Januari hingga Juli 2025.
“Meski pelaku menyandang disabilitas, tidak boleh menghapus fakta bahwa ia melakukan kontrol dan kekerasan dengan metode yang dirancang secara sadar. Hakim sudah melihat ini dengan cermat, dan kami menghargai keberanian korban bersaksi,” terangnya.
Sementara dalam persidangan, Hakim Ketua Mahendrasmara Purnamajati, menyatakan bahwa dalam kasus kekerasan seksual, pemahaman tidak semata ditentukan oleh kemampuan fisik pelaku. Karena ada cara dari Agus untuk memikat maupun mengintimidasi korban.
“Cara-cara ini membuat korban tidak mampu melawan,” ujar hakim ketua dalam sidang.
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu