Komisi VII DPR Desak Evaluasi Menyeluruh Izin Tambang di Raja Ampat

Oleh: Ahda Bayhaqi
Selasa, 10 Juni 2025 | 10:30 WIB
Destinasi wisata Raja Ampat di Papua Barat. (Foto/Travel Indonesia)
Destinasi wisata Raja Ampat di Papua Barat. (Foto/Travel Indonesia)

BeritaNasional.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengevaluasi total penerbitan izin tambang di Raja Ampat. Ia meminta pemerintah tidak tebang pilih.

"Kami mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat kenapa Menteri ESDM hanya menindak PT Gag Nikel sedangkan yang lain tidak, padahal Kementerian Lingkungan Hidup telah menyebut keempat perusahaan nikel di sana melakukan pelanggaran. Raja Ampat ini adalah masa depan pariwisata, konservasi geologi, budaya dan kelestarian laut kita. Jadi, saya minta jangan korbankan Indonesia dan Raja Ampat hanya demi segelintir perusahaan nikel ini," ujar Evita dalam keterangannya, dikutip Selasa (10/6/2025).

Ia meminta ada ketegasan tentang tambang nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Sebab aktivitas tambang di sana berpotensi menghancurkan ekosistem di Raja Ampat. Evita meminta seluruh tambang di Raja Ampat untuk ditutup tanpa pandang bulu.

"Apalagi memang lokasi tambang nikel di Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Batangpele jelas berada di kawasan Geopark Raja Ampat, dan masuk juga di Kawasan Pengembangan Pariwisata Waigeo dan sekitarnya dalam Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044, atau pada pusat aktivitas wisata di Raja Ampat," ujarnya.

"Pulau-pulau ini, termasuk Pulau Gag merupakan pulau kecil yang harusnya tidak boleh ditambang berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau ini jelas melanggar undang-undang," tegasnya.

Raja Ampat telah resmi diakui UNESCO sebagai Global Geopark pada tahun 2023. Kehadiran tambang di Raja Ampat mengancam spesies karang global dan jenis ikan di sana.

Komisi VII sudah bertemu dengan Gubernur Papua Barat Daya dan para bupati, termasuk Bupati Raja Ampat dan juga masyarakat. Komisi VII mendapatkan aspirasi bahwa aktivitas tambang berlawanan dengan rencana pembangunan pariwisata di Raja Ampat.

"Kami melihat pertambangan di sana akan selalu berlawanan dengan dengan rencana Pembangunan pariwisata berkelanjutan di sana. Ini harus dibongkar, kita semua jangan melakukan pembohongan publik, sebab jika ini dibiarkan maka akan merugikan Raja Ampat, Papua Barat Daya, Papua dan Indonesia. Masa demi 3-4 perusahaan tambang nikel ini kepentingan yang jauh lebih besar kita korbankan? " ujar Evita.

Komisi VII juga menangkap keresahan dari daerah yang tidak dilibatkan dalam pemberian izin tambang bahkan perusahaan-perusahaan tambang ini juga tidak pernah berkomunikasi. Fenomena ini menimbulkan berbagai isu hukum, lingkungan, dan tata kelola.

"Mereka (daerah) mengeluh karena hanya jadi penonton, bahkan perusahaan-perusahaan tambang ini berkomunikasi juga tidak dengan daerah. Itu diungkapkan para kepala daerah," ujar Evita.

Evita mengungkap, banyak kepala daerah meminta agar minimal daerah dilibatkan dalam proses awal. Jangan sampai peran pemda atas wilayahnya termasuk aspek lingkungan dan sosial dihilangkan, karena jika tidak dilibatkan potensi kerusakan lingkungan bisa meningkat, dan terjadi ketimpangan-ketimpangan lain terutama dalam penerimaan daerah, dan bisa saja memicu konflik sosial karena kurangnya konsultasi dan partisipasi publik.

"Revisi regulasi teknis agar daerah diikutsertakan dalam proses evaluasi izin, dan meningkatkan mekanisme konsultasi publik sebelum izin diberikan," tutupnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: