Soal Penggeledahan-Penyitaan oleh KPK, Maruarar Siahaan Ungkap SOP Lembaga Tak Bisa Kalahkan KUHAP

Oleh: Panji Septo R
Kamis, 19 Juni 2025 | 14:40 WIB
Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan memberikan kesaksiannya di PN Jakpus. (BeritaNasional/Panji Septo)
Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan memberikan kesaksiannya di PN Jakpus. (BeritaNasional/Panji Septo)

BeritaNasional.com - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan menilai standard operating procedure (SOP) suatu lembaga tidak bisa ditempatkan lebih tinggi daripada undang-undang.

Hal itu diucapkan saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.

Maruarar menilai hierarki aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lebih tinggi daripada SOP dalam perkara penggeledahan maupun penyitaan barang bukti (barbuk).

“Ya saya kira dari hierarki peraturan tentu tidak bisa,” ujar Maruarar di PN Jakpus pada Kamis (19/6/2025).

Maruarar mengatakan proses penggeledahan wajib mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan karena akan memengaruhi keabsahan alat bukti.

“Hal-hal yang didukung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, apalagi dalam pengalaman saya kan bekas ketua pengadilan juga, Pak," tuturnya.

Dia juga menegaskan alat bukti harus diambil dengan cara yang sah, baik dalam penggeledahan maupun penyitaan, agar keabsahannya bisa diidentifikasi.

 

"Kita juga melihat ada penggeledahan dan penyitaan barang barang dari seorang katakanlah calon terdakwa tetapi tidak ada saksi yang melihat apa benar alat bukti diambil dari situ,” imbuhnya.

 

Sebelumnya, tim hukum Hasto mengatakan alat bukti yang didapat KPK dalam perkara kliennya tidak sah. Di antaranya, terkait penyadapan yang tak mendapat izin Dewas KPK.

 

Selain itu, pihak Hasto menilai barang bukti yang didapat tim penyidik dari Staf DPP PDIP Kusnadi tidak sah karena diambil saat tak berstatus sebagai saksi maupun tersangka.

 

Meski demikian, KPK menyarankan tim hukum Hasto Kristiyanto melakukan gugatan praperadilan terkait barang bukti yang dianggap tidak sah tersebut ke pengadilan.

 

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, hal tersebut bisa diuji dalam gugatan praperadilan jika ditemukan adanya kekeliruan yang dilakukan lembaga antirasuah.

 

"Pun dalam perjalanannya jika dianggap pelaksanaan kegiatan tersebut dipandang ada kekeliruan dapat diuji melalui gugatan pra peradilan," ujar Budi.

 

Budi mengatakan dinamika persidangan menjadi subjektif masing-masing pihak, baik penasihat hukum Hasto maupun jaksa penuntut umum (JPU).

 

Meski demikian, Budi memastikan tindakan penyidikan seperti penyadapan, penggeledahan, penyitaan, dan penahanan mengedepankan penghormatan HAM.

 

"Penuntut umum dalam bertugas di persidangan tentu memiliki cara, pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka meyakinkan majelis hakim," tuturnya.

 

Dia mengatakan JPU akan menghadirkan alat-alat bukti yang sah agar dapat disimpulkan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatannya.

 

"Adapun perbedaan dalam menangkap, menafsirkan serta menyimpulkan keterangan yang muncul di persidangan, itu adalah dinamika," kata dia.

 

Dirinya mengatakan dinamika itu kelak akan dituangkan dalam kesimpulan oleh masing-masing pihak yang terlibat di dalam persidangan.

 

"Yaitu surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukumnya melalui pleidoi dan majelis hakim dalam putusannya," tandasnya.

 

 sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: