37,17 Persen Generasi Z dan Milenial Alami Kredit Macet, Ini Catatannya

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 13 September 2024 | 03:00 WIB
Ilustrasi kredit macet. (Foto/Freepik)
Ilustrasi kredit macet. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Sebanyak 37,17 persen generasi Z dan milenial berkontribusi terhadap kredit macet.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda terkait kasus tersebut.

"Data kami menunjukkan, pada Juli 2024, porsi kredit macet 90 hari (hingga TWP 90) untuk kelompok usia 19 hingga 34 tahun, yang terdiri dari generasi Z dan milenial, mencapai 37,17 persen," ujar Agusman yang dilansir dari Antara pada Kamis (12/9/2024).. 

Menurut dia, generasi Z dan milenial menjadi kontributor signifikan terhadap meningkatnya tingkat wanprestasi (TWP) 90 hari pada platform fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).

Jadi, angka ini menjadi perhatian karena menunjukkan bahwa kaum muda lebih rentan terhadap risiko gagal bayar pada pinjaman online.

Agusman mengatakan, meskipun tingkat risiko kredit macet secara keseluruhan pada platform P2P lending terjaga di angka 2,53 persen pada Juli 2024 menurun dari 2,79 persen pada Juni kontribusi generasi muda terhadap wanprestasi ini masih cukup besar dan perlu ditangani dengan serius.

Dia menyoroti pertumbuhan jumlah outstanding pembiayaan pada industri fintech P2P lending yang mencatat peningkatan tahunan (yoy) sebesar 23,97 persen pada Juli 2024, dengan total outstanding mencapai Rp69,39 triliun.

Angka itu menunjukkan bahwa meskipun ada pertumbuhan yang signifikan dalam sektor pinjaman online, risiko kredit macet tetap menjadi tantangan besar, terutama di kalangan pengguna muda.

Guna mengatasi tingginya risiko wanprestasi, OJK telah mengambil langkah-langkah preventif.

Salah satunya mewajibkan penyelenggara P2P lending untuk memasang peringatan di laman utama aplikasi dan situs web mereka.

"Peringatan ini bertujuan untuk mengedukasi pengguna tentang risiko yang mungkin mereka hadapi saat menggunakan layanan pinjaman online," jelas Agusman.

Isi peringatan tersebut menekankan: "Hati-hati, transaksi ini berisiko kerugian tinggi. Anda dapat saja mengalami kerugian atau kehilangan uang. Jangan berutang jika tidak memiliki kemampuan membayar. Pertimbangkan secara bijak sebelum bertransaksi."

Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran generasi muda mengenai risiko pinjaman online dan mencegah mereka terjerat utang tanpa kemampuan membayar.

OJK juga telah menetapkan regulasi yang lebih ketat untuk layanan P2P lending melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023.

Aturan tersebut mengatur prosedur analisis kelayakan pinjaman, di mana penyelenggara P2P lending diwajibkan untuk mempertimbangkan kemampuan finansial calon penerima pinjaman sebelum pendanaan disetujui.

OJK juga telah menetapkan batas maksimum biaya pendanaan yang dikenakan kepada pengguna, termasuk bunga, margin, biaya administrasi, komisi platform, serta biaya lain yang relevan, selain dari denda keterlambatan dan pajak.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: