Proses Konservasi Monumen Irian Barat, Upaya Merawat Warisan Sejarah Jakarta

Oleh: Lydia Fransisca
Rabu, 18 September 2024 | 10:21 WIB
Konservasi Monumen Pembebasan Irian Barat. (BeritaNasional/Doc. Disbud DKI Jakarta)
Konservasi Monumen Pembebasan Irian Barat. (BeritaNasional/Doc. Disbud DKI Jakarta)

BeritaNasional.com -  Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta sedang melaksanakan konservasi Monumen Pembebasan Irian Barat yang terletak di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Proses konservasi ini berlangsung selama satu bulan, dari 13 September hingga 13 Oktober 2024.

Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono menekankan pentingnya keselamatan dan keamanan para ahli serta tenaga teknis yang terlibat dalam proyek ini.

“Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk memelihara dan melestarikan monumen bersejarah yang ada di seluruh Jakarta. Pekerjaan ini cukup menantang, mengharuskan pelaksana untuk memanjat secara manual. Oleh karena itu, kami mengimbau agar semua pihak berhati-hati,” ujar Heru dalam keterangannya, Rabu (18/9/2024).

Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, menambahkan bahwa pelaksana konservasi terdiri dari para ahli yang berpengalaman dalam bekerja di ketinggian, dan mereka diawasi oleh pengawas dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

"Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan karya seni budaya, terutama yang memiliki nilai sejarah bagi perkembangan bangsa Indonesia," kata Iwan. "Selain itu, dalam upaya pelestarian ini, penting untuk menghormati dan menghargai para pembuat karya tersebut," tambahnya.

Iwan menjelaskan bahwa Monumen Patung Pembebasan Irian Barat adalah salah satu landmark di Jakarta yang dirancang oleh seniman Edhi Sunarso pada tahun 1962, dengan dudukan patung yang dirancang oleh arsitek Friedrich Silaban. Monumen ini menggambarkan seorang pria dengan tangan terentang, simbol pembebasan dari kolonialisme.

Keluarga dari para pembuat monumen juga dilibatkan dalam proses konservasi, termasuk Panogu Silaban, putra arsitek Friedrich Silaban, Yusa Yahya Permana, cucu Edhi Sunarso, serta R. M. Suarsono, seorang ahli seni patung dan saksi sejarah dalam pembuatan monumen ini.

Proses konservasi dilakukan dalam lima tahap. Pertama, mobilisasi alat dan akses kerja. Kedua, pembersihan basah menggunakan bahan seperti teepol, citric acid, dan aquadest untuk menghilangkan karat dan noda. Ketiga, pengambilan sampel air bilasan untuk analisis laboratorium guna mengidentifikasi material penyebab kerusakan. Keempat, pelapisan untuk melindungi patung dari kerusakan lebih lanjut. Terakhir, pembersihan dudukan dan bagian atas cawan.

“Monumen ini telah berusia lebih dari 50 tahun dan mengalami berbagai kerusakan seperti korosi dan akumulasi debu akibat polutan dan cuaca. Hal ini menyebabkan perubahan warna pada patung, yang terbuat dari perunggu. Oleh karena itu, kami perlu terus menjaga dan melestarikannya,” pungkasnya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: