KPK Tahan Direktur Utama PT Petro Energy dalam Kasus Korupsi Kredit LPEI

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dalam pantauan Beritanasional.com, Newin langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 15.20 WIB. Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Newin ditahan selama 20 hari pertama.
"Ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK. Tanggal 13 Maret sampai dengan 1 April 2025 (20 hari pertama)," ujar Tessa dalam keterangan tertulis pada Kamis (13/3/2025).
Sejatinya, KPK juga memeriksa dua tersangka lain, yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, serta Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta. Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan.
Selain tiga tersangka tersebut, KPK telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka, yaitu Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi, dan Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan.
Kerugian Negara Capai Rp 11,7 Triliun
Menurut Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik KPK Budi Sukmo, kasus ini berpotensi merugikan negara hingga Rp 11,7 triliun.
"Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur berpotensi merugikan negara dengan total mencapai Rp11,7 triliun," ujar Budi.
Meski telah menetapkan lima tersangka, KPK belum melakukan penahanan terhadap mereka. Budi menjelaskan bahwa lembaga antirasuah masih terus melengkapi alat bukti dalam penyidikan perkara ini.
"KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan," tuturnya.
Dugaan Benturan Kepentingan
KPK menduga terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) antara direksi LPEI dengan PT Petro Energy dalam kasus ini. Para tersangka diduga telah melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Budi mengungkapkan bahwa Direktur LPEI tidak melakukan kontrol terhadap penggunaan kredit sesuai MAP (Monitoring and Assessment Process).
Bahkan, Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit meskipun tidak layak diberikan.
Dalam perkara ini, PT Petro Energy diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas kredit, yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Selain itu, PT Petro Energy diduga melakukan window dressing terhadap laporan keuangan serta menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
"Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT Petro Energy ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta (sekitar Rp 900 miliar lebih)," tandas Budi.
9 bulan yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 14 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 20 jam yang lalu