Di Balik Kasus Kerusuhan Akhir Agustus, Menteri PPPA: Anak-Anak Tidak Tahu Demo Menjadi Anarki
BeritaNasional.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkap fakta terkait maraknya keterlibatan anak dalam aksi demonstrasi berujung kericuhan pada akhir Agustus lalu.
"Setelah kami melakukan kunjungan khususnya yang berada di Cirebon, Jawa Barat, dan Surabaya. Saya melihat bahwa sebetulnya anak-anak ini tidak tahu dan tidak tahu bahwa demonstrasi itu menjadi anarki,” kata Arifah yang dikutip pada Rabu (5/11/2025).
Arifah melanjutkan, banyak dari anak yang kini harus berurusan dengan hukum dan terjerumus dalam tindakan kerusuhan karena faktor ajakan secara langsung maupun melalui media sosial (medsos).
“Jadi, mereka hanya ingin tahu demonstrasi itu seperti apa karena ajakan dari teman-temannya, ajakan melalui media sosial," bebernya.
"Jadi, mereka (anak pelajar SMP-SMA) ingin tahu demonstrasi itu seperti apa. Ternyata ketika sampai di sana, ada hal-hal yang di luar dugaan," sambungnya.
Menurut dia, rasa ingin tahu itu justru dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, beberapa kasus di Jawa Tengah. Anak-anak diajak dengan iming-iming konser musik dan pertandingan sepak bola.
"Ada beberapa anak-anak di Jawa Tengah, misalnya, mereka diajak disediakan kendaraan untuk hadir di satu tempat yang informasinya adalah untuk hadir di acara konser musik dan ada pertandingan sepak bola. Ternyata anak-anak ini diturunkan di masa yang sedang melakukan demonstrasi," ucapnya.
Dalam kunjungannya ke Cirebon dan Surabaya, didapati wajah-wajah orang tua yang syok karena anaknya harus berhadapan dengan hukum. Begitu juga dengan anak-anak yang merasa tidak tahu tindakannya memiliki konsekuensi pidana.
Meski begitu, berkat kolaborasi dari berbagai pihak, pemenuhan hak anak tetap dijaga. Jadi, anak-anak yang berhadapan dengan hukum tetap mendapatkan hak pendidikan melalui sekolah daring.
"Alhamdulillah, ini adalah kolaborasi yang baik dengan berbagai lembaga terkait. Mudah-mudahan ini menjadi pengingat dan catatan kita bagaimana kita memberikan ruang-ruang yang baik untuk anak-anak bisa menyampaikan usulan atau pikiran-pikiran ide-idenya untuk Indonesia," ucap dia.
Sebelumnya, Wakabareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin mengungkapkan data dari Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga 3 November 2025, terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia.
Perinciannya, Polda Jawa Timur menempati angka tertinggi dengan 144 anak, Polda Jawa Tengah 77 anak, Polda Jawa Barat 34 anak, Polda Metro Jaya 36 anak, sisanya tersebar di Polda DIY, NTB, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatra Selatan.
“Dari total 332 anak tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restorative justice, 28 anak berada pada tahap 1, berkas tahap 1, kemudian 73 anak berada pada tahap 2, sementara 34 anak sudah P21,” bebernya.
Menurut dia, jumlah yang tidak kecil harus dipahami sebagai masalah kemanusiaan. Sebab, lebih dari 90 persen dari mereka adalah pelajar, mulai SMP hingga SMA atau SMK.
“Sebagian besar terseret bukan karena niat kriminal, tetapi karena ikut-ikutan, termobilisasi, atau tidak memahami konsekuensi hukum dari tindakannya,” tuturnya.

PERISTIWA | 2 hari yang lalu
BUDAYA | 2 hari yang lalu
BUDAYA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 14 jam yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 8 jam yang lalu






