MA Lindungi Perempuan Korban Melalui Perma

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Jumat, 25 Oktober 2024 | 01:00 WIB
Ilustrasi Keadilan Gender (BeritaNasional/Freepik)
Ilustrasi Keadilan Gender (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com -  Mahkamah Agung (MA) sudah melakukan upaya perlindungan kepada perempuan korban, memberikan akses keadilan kepada korban laki-laki maupun perempuan lewat diterbitkannya sejumlah Peraturan MA.


Hakim Agung Ainal Mardhiah menyampaikan
MA telah menerbitkan regulasi yang mengisi kekosongan hukum. Regulasi tersebut di antaranya mengakomodasi kebutuhan perempuan sebagai korban yang memberikan keterangan di persidangan, dan mengalami trauma terhadap pelaku, MA memberikan izin untuk persidangan secara elektronik. 

"Korban yang sudah menderita tidak perlu lagi datang untuk mengulang-ulang (kesaksian) di depan persidangan, bisa melalui elektronik di ruang lain atau tempat yang ditentukan atas putusan penetapan dari majelis yang bersangkutan," kata Ainal dikutip dari Antara, Kamis (24/10/2024). 

Selain itu MA juga menerbitkan Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum yakni perempuan berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai saksi, maupun perempuan sebagai pihak.

Ainal Mardhiah mencatat selama 2024 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum telah melakukan sosialisasi, kepada seluruh hakim untuk menerapkan Perma Nomor 3 Tahun 2017 dalam menghadapi berbagai pekara perempuan berhadapan dengan hukum.

MA juga menerbitkan Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.

"Pada 2022 diterbitkan Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang aturan restitusi dan kompensasi kepada korban," katanya.

Sebagai hakim dalam sepekan pihaknya menangani lima hingga 10 pekara yang berkaitan dengan perempuan.

"Kami sebagai hakim, satu minggu saya bisa menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan perempuan sebagai korban itu lima sampai 10 perkara, tetapi bukan atas nama tindak pidana femisida," ungkapnya. 

Namun demikian, femisida belum diatur sebagai tindak pidana. Femisida adalah sebuah istilah kejahatan kebencian berbasis jenis kelamin. 

"Yang ada sekarang perkara tindak pidana pembunuhan, tindak pidana kekerasan, penganiayaan yang menyebabkan matinya orang," katanya.

Tetapi, menurut dia, perkara-perkara dengan korban perempuan yang masuk ke majelis hakim sesungguhnya merupakan femisida.

"Harapannya ke depan nanti bisa memilah perkara-perkara yang korbannya perempuan," tukasnya. sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: